Sabtu, 29 November 2008

PAUD ! Siapa YaNg Bertanggung Jawab

PENDIDIKAN Anak Usia Dini (PAUD), adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun - ada juga yang mengelompokkannya sampai delapan tahun.


Hal itu dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut di SD. PAUD merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik dan kecerdasan: daya pikir, daya cipta, emosi, spiritual, berbahasa/komunikasi, sosial.
Oleh masyarakat, PAUD diindentikkan pendidikan TK. Tentu pendapat ini kurang tepat mengingat pendidikan TK hanya dialami anak satu atau dua tahun. Itu pun jika anak sempat mengalami pendidikan TK. Mengingat batasan PAUD adalah usia anak sejak lahir hingga enam tahun, PAUD lebih banyak dilaksanakan keluarga. Dengan demikian, keluargalah yang paling bertanggung jawab pada PAUD.
Walau demikian, tentu peran masyarakat tempat anak itu tumbuh tidak sedikit. Jika budaya di suatu masyarakat (masa lalu) pernah kita dengar ada si tukang cerita atau pendongeng, hal ini merupakan PAUD yang sangat efektif dalam memberi berbagai kecerdasan kepada anak usia dini - pada masa itu. Di Bali, misalnya, orang-orang yang kini sudah menjadi orang tua atau kakek-nenek tentu masih merasakan betapa senangnya jika mendengar satua sebelum tidur. Sayang, sejak hadirnya TV budaya kegiatan masatua makin langka.
Di beberapa tempat pada masa lalu, anak beberapa keluarga biasa berkumpul untuk mendengar cerita kakek yang pintar mendongeng. Akhirnya anak-anak tidur bersama. Besoknya, anak-anak tersebut juga menciptakan permainan secara bersama - mengalami proses belajar bagaimana bekerja sama. Secara bersama-sama pula anak-anak itu membuat barong-barongan, bade-badean, rumah-rumahan, ogoh-ogoh. Beberapa cara model pembelajaran bekerja sama itu masih ada pada masa sekarang, misalnya membuat ogoh-ogoh menjelang hari raya Nyepi. Apa pun yang mereka lihat dan yang dikerjakan orang dewasa, si anak terdorong menirunya.
Kini zaman sudah berubah. Kita sudah sampai pada zaman teknologi canggih. Sayang kita kurang siap memanfaatkannya. Mestinya peran si tukang cerita yang hampir punah itu digantikan dengan penggalakan aktivitas budaya baca bagi orangtua - sebagai model yang dapat ditiru anak. Namun, kenyataannya terbalik. Minat baca masih kurang. Kurangnya aktivitas membaca orang dewasa adalah salah satu indikasi, kita tidak tahu banyak tentang kemajuan suatu ilmu serta kurangnya wawasan tentang perikehidupan yang beradab.
Bagaimana si anak usia dini mencari model untuk mengembangkan daya imajinasi seperti zaman dulu yang diberikan si tukang cerita itu? Bukan pekerjaan mudah pada masa kini mencari pengganti si tukang cerita. Untuk berperan sebagai tukang cerita, TV belum bisa menggantikannya. Bahkan “si kotak ajaib” itu sering kurang memiliki perasaan ketika mengajak anak-anak berimajinasi lewat film yang ditayangkan. Justru yang disajikannya berupa rangsangan agar anak menjadi konsumen produk tertentu, bahkan tidak jarang hal itu menyesatkan anak dan orang dewasa. Akibatnya, si anak minta barang mainan yang sudah jadi dan sudah tentu tidak menggugah daya-ciptanya. Barang mahal di luar jangkuan kantong orangtua pun juga ingin dimilikinya. Setelah barang mainan yang dibeli itu rusak, mereka tidak bisa memperbaikinya. Itulah salah satu sisi dampak kehadiran TV di rumah tangga dalam pengembangan PAUD.
Fenomena seperti yang dipaparkan itu tentu harus diantisipasi dalam PAUD. Syukurlah antisipasi sudah terlaksana selama ini walau dengan terpaksa. Contoh, salah satu orangtua si anak - umumnya ibu - memilih mengasuh anak daripada meneruskan bekerja sebagai sumber nafkah keluarga. Berhenti dari pekerjaan demi si anak merupakan bukti bahwa peran keluarga dalam PAUD sangat menentukan. Semua itu dirasakan sebagai suatu risiko dalam keluarga yang memiliki balita. Keputusan berhenti bekerja sangat beralasan karena tidak dapat disangkal memberi makan kepada si balita bisa dilakukan siapa saja. Namun, yang bisa memberikan PAUD sesuai dengan harapan keluarga yang bersangkutan tidak bisa digantikan siapa pun. Peran orangtua balita itulah yang paling menentukan.
Sesuai perkembangan zaman, kini tidak sedikit kita temukan alternatif bagi pasangan yang punya balita. Alternatif yang dimaksud adalah jasa penitipan anak (balita). Alternatif ini tampaknya bisa mengatasi masalah bagi suami-istri yang sama-sama bekerja. Namun, apakah alternatif ini baik dari sisi PAUD? Tampaknya perlu penelitian para pakar PAUD. Memang dari sisi berlangsungnya aktivitas pekerjaan orangtua balita, khususnya si ibu dapat merupakan pilihan. Karena itu, pada masa mendatang dibutuhkan tempat penitipan anak yang dapat memberi jaminan PAUD. Misalnya, di tempat penitipan anak si penyedia jasa bukan sekadar menjaga, memberi makan, mengganti pakian anak jika buang air besar/kecil, melainkan juga memberikan pendidikan yang dapat menumbuhkembangkan jiwa anak secara sehat.
Mengingat pentingnya PAUD, pemerintah pusat maupun daerah sudah sepantasnya memberi pembinaan kepada penyedia jasa penitipan anak (balita) demi masa depan anak bangsa. Sudah waktunya pula sebagian dana pendidikan itu diarahkan pada pemberi bantuan sarana dan prasarana pada kelangsungan PAUD. Tenaga pengasuh anak itu diberi pendidikan dan pelatihan sehingga nantinya benar-benar menjadi tenaga terdidik dan terlatih dalam PAUD di tempat jasa penitipan anak. Hampir dipastikan jasa penitipan anak akan makin dibutuhkan demi kelangsungkan karier para ibu yang selama ini selalu mengalah (berhenti bekerja) demi pengasuhan anak.

PROGRAM PAUD "TIANASARI"

Program ini bertujuan agar semua anak usia dini (usia 0-6 tahun), baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sesuai tahap-tahap perkembangan atau tingkat usia mereka. PAUD juga merupakan pendidikan persiapan untuk mengikuti jenjang pendidikan sekolah dasar. Secara lebih spesifik, program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan pendidikan melalui jalur formal seperti Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat, serta jalur pendidikan non-formal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat, dan jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.